Jumat, 06 Januari 2017

MENGAPA AKU MENULIS?


kecewa kuota internet habis, ga bisa nonton drama turki,. Oke sebagai pelampiasan, gw buka lagi ”Letter From Turkey” karangan Faris BQ. Kekecewaan mulai terobati, membaca lagi bagian yang telah gw kasih garis sebelumnya, jadi ga perlu baca utuh semuanya. Dari sekian bagian penting yang gw garis-garis, pada halaman belakang ada tulisan dari Orhan Pamuk, peraih nobel asal Turki di bidang sastra. Tulisan ini mewakili alasan-alasan kenapa gw menulis., (sok penting gitu ya, padahal cakar ayam. Yasudalah namanya juga hobi. gimana lagi. Jangan protes)

I write because I have an innate need to write.
I write because I can’t do normal work as other people do.

I write because I want to read books like the ones I write

I write because I am angry at everyone.
I write because I love sitting in a room all day writing

I write because I can partake of real life only by changing it.

I write because I want others, the whole world, to know what sort of life we lived, and continue to live, in Istanbul, In Turkey.

I write because I love the smell of paper, pen, and ink.
I write because I believe in literature, in the art of the novel, more than I believe in anything else.

I write because it is a habit, a passion.
I write because I am afraid of being forgotten.

I write because I like the glory and interest that writing brings

I write to be alone
Perhaps I write because I hope to understand why, I am so very, very angry at everyone.

I write because I like to be read.
I write because once I have begun a novel, an essay, a page I to finish it.
I write because everyone expects me to write.
I write because I have a childish belief in the immortality of libraries, and in the way my books sit on the shelf.
I write because it is exciting to turn all life’s beauties and riches into words.
I write not to tell a story but to compose a story.
I write because I wish to escape from the foreboding that there is a place I must go
But –as in a dream- can’t quite get to.

I write because I have never managed to be happy.
I write to be happy.

REDAMLAH TULISAN NYELENEH ITU #SYRIA #KONFLIK



Saat ini gw masih nunggu berita tentang pengungsian warga Suriah. Melewati musim dingin dengan tak ada jaminan bahwa keluar hidup-hidup dari zona perang adalah suatu cobaan yang amat sangat. Gw sendiri sampai detik ini memang nggak pernah merasakan bagaimana musim dingin itu, apalagi hidup di zona perang. Yang pernah gw alami adalah November-Desember saat ini suhu di Agam drop menurut gw, amat sangat dingin, walaupunpun faktanya nggak pernah menyentuh angka 15 drajat celcius, tapi itu udah cukup buat gw menggigil, tangan sakit, jantung berdetak kencang, susah mengendalikan gemeretak gigi. Gw pikir ”yaAllah segini lemahnya hamba pada saat musim penghujan, apakabarnya dengan musim dingin.” Tentang zona perang pun apalagi, yang gw pernah alami adalah tidur di tenda saat kuliah lapangan. Nggak lebih dari 3-4 malam. Lalu gimana dengan masyarakat di zona perang itu? amat sulit. Gw bisa rasakan. Gimana air bersih mereka? Gimana mereka melewati musim dingin?

Kita nggak butuh retorika nyeleneh ”ga usah ikut campur/berkomentar tentang konflik tersebut”, SO WHAT? Saat berbicara seperti itu di kemanakan akal? Terbuat dari apa hati itu?

”kita gausah sok tau, kita belum pernah ke Suriah. Biarkan yang berkewajiban mengurusi”
Gw jujur mau sumpal mulut orang yang ngomong ini. Untuk merasakan apa yang terjadi disana, GA PERLU LO TERJUN LANGSUNG KE SURIAH BARU TAU GIMANA RASANYA. SAMPAI KE ALAM BARZAH PUN LO GA BAKALAN PEDULI DENGAN YANG BEGINIAN.
SAMPAI BAPAK, IBU, ANAK, SAUDARA LO YANG JADI KORBAN, BARU MULUT ITU MENGANGA.

”Ga usah sok share berita itu, hoax. Itu cuman kerjaan media barat yang memperparah dan melebai-lebaikan berita”
Haii, punya akal? punya mata untuk baca dan membedakan mana berita benar atau salah? GUNAKAN. Lo aja tau mana berita benar tentang kehidupan pribadi mantan, kehidupan pribadi artis hollywood, artis korea. Nah kenapa tiba-tiba sok bijak bilang berita konflik itu hoax?

Memang banyak orang yang share tanpa baca, tanpa teliti dulu. Tapi itu bukan lah alasan kita untuk ikut diam tanpa peduli apapun. Sekarang kalau di tanya ada ikut do’akan mereka di sujud akhir? Ada do’akan mereka sampai ikut keluar air mata? Gimana ikut simpati, baca berita aja nggak, masa bodo lagi.

Gw pribadi juga pernah salah ikut share berita yang ternyata kebenarannya itu diragukan. Nah, dari situlah gw menganalisa sendiri mana berita yang benar atau Cuma di bumbui. Dari situ gw belajar lagi. Sekarang gini ya, betapa mengerikannya orang yang pandai beretorika ternyata disana ada kepentingan yang merugikan korban perang tersebut, mari kita katakan yang mendukung pembantaian di Aleppo. Nah, orang-orang seperti itu lah yang beritanya kita redam. Dengan kalian yang pandai membaca, menganalisa, sarjana, jangan ikut diam aja. Kasihan mereka yang terjerumus baca berita sesat itu, karena kita diam.

Sekarang anak muda mainnya gadget, sosial media, ya ramaikan dengan pemberitaan di sana. Dulu waktu gejolak perang di Afganistan dan Amerika intervensi Irak, siaran tv heboh tuh. Gw masih ingat. Dimana-mana TV lokal ikut menyiarkan. Sekarang mana ada. Kesempatan kita ikut berpatisipasi di media sosial. Tapi gunakan kemampuan untuk menganalisa mana berita yang benar atau cuman hoax. Kita pasti bisa menganalisanya. Lah lo aja berkutat di skripsi sampai 6 bulan-1 tahun, kan udah cukup terlatih menyaring bacaan yang benar, ya kan?

Oke kalian ga suka politik.
Gw pun juga ga suka. Makan hati kalau suka. Kata orang politik udah terlanjur abu-abu.
Tapi itu jangan jadikan alasan kita untuk ga peduli sama tragedi kemanusiaan itu.

Ga sedih/haru atau apa gitu, lihat anak kecil belum 5 tahun muraja’ah di camp pengungsian. Atau emang ga tau beritanya? Atau anggap berita itu hoax? Sekali lagi gunakan otak untuk menganalisa beritanya. Dan redam tulisan yang nyeleneh itu. Jangan takut di bilang sok ikut campur politik. Kita gaada simpatinya sama politik semrawut, mau siang malam bahas siapa benar siapa salah silahkan, tapi itu loh peluru selalu ”nyasar” ke anak-anak dan orang yang tak berdaya. Sementara, organisasi yang katanya bertujuan untuk melindungi perdamaian dunia masih menganggap wacana ”Safe Zone” di kawasan tersebut ga penting. Sekarang udah darurat seperti ini baru teriak-teriak buat Safe Zone. Telat pak, telat. Itu warga harus diungsikan segera keluar.

Udah lah untuk saat ini, sangat emosional nulis ini. Sampai kemana-mana topiknya. Sangat sulit bersikap dingin di situasi seperti ini. Semoga saat gw baca tulisan ini kembali, darah ga menggenang lagi di daerah konflik itu, semoga ada langkah tegas dari negara-negara yang diharapkan.

YOUR SILENCE IS A CRIME FOR THEM